Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi "buang dolar" sepertinya bakal massif ke depan. Tertinggalnya Amerika Serikat (AS) terutama dalam penanganan virus corona (Covid-19) membuat fokus global kembali ke fundamental.
Para ahli strategi menyatakan dolar AS akan terus mengalami penurunan karena pemulihan ekonomi AS yang kian tak pasti. Bahkan AS akan tertinggal dari Eropa yang juga terkena dampak keras dari Covid-19.
Belum lagi reaksi dolar yang signifikan akibat defisit AS. Defisit membengkak menjadi multi triliunan karena upaya AS melawan virus corona.
Defisit anggaran diperkirakan mencapai rekor US$ 2,7 triliun untuk sembilan bulan pertama di tahun fiskal 2020 ini. Belum lagi pasar mengendus potensi inflasi, dengan semua stimulus ditujukan pada krisis.
Suku bunga yang diprediksi bakal sangat rendah di masa depan juga akan mempengaruhi dolar AS. Saat ini The Fed mempertahankan suku bunga mendekati nol.
"Langkah melawan dolar sekarang meluas. Tidak hanya lebih banyak negara dengan mata uang pasar negara berkembang, tetapi akan lebih banyak 'peserta'," kata Kepala Strategi Pasar di Bannockburn Global Forex Marc Chandler dikutip dari CNBC International.
"Manajer aset, spekulan dan kelompok besar lainnya memberikan penilaian ... ikut serta dalam pelemahan ini."
Sejak awal bulan Juli, dolar telah kehilangan 4,9% terhadap euro. Mata uang greenback ini juga jatuh 2,5% terhadap yen, 6,4% terhadap krona Swedia dan 4% terhadap dolar Selandia Baru.
Di pasar negara berkembang, real Brasil justru lebih kuat dari dolar AS 6% begitu pula peso 4,9%. Mata uang China yuan, yang dikendalikan bank sentral, juga naik 1% terhadap dolar pada Juli 2020.
Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap sejumlah mata uang, juga turun 3,77% pada Juli. Ini merupakan kerugian bulanan terburuk sejauh ini, sejak April 2011, di mana dolar turun 3,85%.
"Bisa dibilang ini adalah badai yang sempurna," kata analis lain yang juga CEO Exante, Jens Nordvig.
"Dolar menguat selama enam tahun dan baru sekarang terkoreksi."
Ia pun mengatakan mungkin "titik kritis" sudah dekat. Tren lebih luas soal dilepasnya dolar AS akan terus berlanjut.
"Sulit untuk mengatakan kapan akan berhenti," katanya.
"Saya pikir mata uang G-10 adalah mata uang yang paling bergerak dalam situasi skenario seperti ini."
G-10 terdiri dari AS, Belgia, Kanada, Prancis, Italia, Jepang, Belanda Inggris. Serta dua bank sentral Swedia dan Jerman.
Sementara itu, "rasa sakit" dolar akan menjadi keuntungan buat emas. Logam mulia ini melonjak ke level tertinggi sepanjang masa yakni di US$ 1.941,90 per ounce di pasar berjangka Senin (27/7/2020).
Emas global naik 7,2% di bulan Juli. Sementara untuk perdagangan Agustus emas juga cetak rekor di 1.931,50 per ounce atau naik 1,8% kemarin.
Reli emas dipicu stimulus bank sentral, kekhawatiran inflasi dan turunnya dolar. Harga emas global juga diprediksi akan menyentuh US$ 2.000 tak lama lagi, oleh sejumlah analis.
sumur
https://www.cnbcindonesia.com/market...-tren-ke-depan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar